Revolusi Industri pada Perkembangan Ekonomi dan Sosial di Indonesia - Perkembangan dunia industri mempengaruhi beberapa hal diantaranya yaitu pada perkembangan ekonomi dan budaya sosial yang ada di indonesia. berikut ialah penjelasan dari judul di atas.
Munculnya sekolah-sekolah ala Eropa di Jawa,
khususnya Batavia dan Bandung, menggiring orang-orang dari Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan tempat-tempat lainnya berdatangan ke Jawa. Orang-orang di
Jawa pun, terutama anakanak priyayi dan bangsawan atau pedagang kaya yang
memiliki biaya lebih, berbondong-bondong datang ke Jakarta dan Bandung yang
saat itu memiliki sekolah setingkat perguruan tinggi (THS dan STOVIA).
Perpindahan atau mobilitas kaum terpelajar tersebut tentunya sangat memengaruhi
populasi kota. Perubahan demografis cukup mecengangkan.
#Pengaruh terhadap Ekonomi
Salah satu akibat dari munculnya Revolusi Industri
adalah munculnya praktik kapitalisme dalam hal ekonomi. Ideologi kapitalisme
berpendapat bahwa untuk meningkatkan pendapatan perlu ditunjang dengan jumlah
modal atau kapital yang banyak, penguasaan sektor produksi, sumber bahan baku
dan ditribusi. Indonesia atau pada saat itu bernama Hindia Belanda memiliki sumber
daya alam yang hasilnya sangat laku di pasaran dunia.
Penemuan-penemuan teknologi baru telah mengantarkan
wilayah Hindia Belanda menjadi incaran negara-negara maju dalam teknologi
tersebut. Akhirnya perekonomian rakyat diperas, tetapi pemerintahan tidak pernah
mampu memberikan kesejahteraan tersendiri untuk Indonesia. Indonesia menjadi
lahan baru untuk para kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan.
Imperialisme modern telah mampu mengeruk ekonomi Indonesia
dengan keuntungan yang gilang gemilang di tangan para imperialis, sementara
rakyat menjadi kuli di rumahnya sendiri. Bangsa Indonesia sempat dikenalkan
dengan beberapa sistem perekonomian dari dunia Barat, namun kerugian yang diderita
oleh Indonesia jauh lebih besar ketimbang keuntungan yang dihasilkan.
Perubahan mendasar terjadi ketika Indonesia
mengalami masa sistem ekonomi liberal dan tanam paksa. Pada era ini rakyat diharuskan
melakukan kegiatan ekonomi berupa pengolahan perkebunan yang cenderung hanya
memperhatikan pada kebutuhan orang-orang Eropa saja, sedangkan kebutuhan rakyat
pribumi, seperti pertanian, menjadi terabaikan.
Pada masa pemerintahan Raffles, dengan politik sewa
tanahnya yang diilhami dari pengaruh paham liberal, rakyat Indonesia belum paham
sepenuhya dengan sistem ekonomi uang. Sehingga system land rente dianggap mengalami kegagalan, karena rakyat masih terbiasa
dengan sistem ekonomi tertutup, dimana pembayaran pajak belum sepenuhnya dengan
uang tetapi in natura. Faktor utama lainnya yang dianggap sebagai biang
kegagalan liberalisasi ekonomi Indonesia adalah masih kuatnya praktik budaya feodalisme.
Setelah Indonesia kembali menjadi jajahan Belanda,
di bawah pengawasan Gubernur Jenderal van Den Bosch yang beraliran konservatif, diterapkan sistem tanam paksa yang
bertentangan dengan sistem sewa tanah sebelumnya. Hal ini, menurut van Den Bosch,
dikarenakan kondisi realitas Indonesia yang bersifat agraris, seperti halnya
keadaan negara induk (Belanda) yang juga masih bersifat agraris.
Walaupun keadaan di Eropa, rentang waktu 1800–1830,
sedang muncul pertentangan pemikiran, antara liberalis dan konservatis telah
mengakibatkan kegamangan dalam pelaksanaan pemerintahan di negara jajahan.
Tetapi satu hal yang perlu dipahami, baik konservatif yang akan meneruskan system
politik VOC atau liberalis yang ingin meningkatkan taraf hidup rakyat, dalam
tujuannya sama-sama menginginkan daerah jajahan perlu memberi keuntungan bagi
negeri induk.
Keadaan ekonomi rakyat Indonesia semakin parah,
seiring dengan diberlakukannya kebijakan Politik Pintu Terbuka. Hal ini
menjadikan jiwa-jiwa wirausaha semakin menghilang, karena para petani, pedagang
yang kehilangan lapangan sumber mata pencahariannya beralih menjadi buruh di
perusahaan-perusahaan swasta asing.
Kondisi ekonomi bangsa Indonesia saat itu sangat menyedihkan.
Hal itu dapat dilihat pada awal abad ke-20, diketahui bahwa penghasilan
rata-rata sebuah keluarga di Pulau Jawa hanya 64 gulden setahun. Dengan
penghasilan yang sangat sedikit itu, mereka harus melakukan berbagai kewajiban,
antara lain untuk urusan desa. Hal itu menggambarkan betapa miskinnya rakyat
Indonesia, padahal Indonesia memilki kekayaan alam yang melimpah.
Selama masa tanam paksa, pemerintah Belanda
memperoleh keuntungan ratusan juta gulden. Keuntungan yang diperoleh itu semuanya
digunakan untuk membangun negeri Belanda. Tidak ada pemikiran untuk menggunakan
sebagian keuntungan itu bagi kepentingan Indonesia. Kemiskinan yang diderita
rata-rata rakyat Indonesia adalah akibat politik drainage (politik pengerukan kekayaan) yang dilakukan pemerintah
Belanda untuk kepentingan negeri Belanda. Politik dranaige itu mencapai puncaknya pada masa tanam paksa (cultuur stelsel) dan kemudian dilanjutkan pada masa sistem ekonomi
liberal.
Sistem ekonomi liberal pun tidak meningkatkan taraf kehidupan
rakyat. pada masa itu berkembang kapitalisme modern yang berlomba-lomba
menanamkan modalnya di Indonesia, antara lain perkebunan raksasa. Pemerintah
mengizinkan para pemilik modal menyewa tanah, termasuk tanah rakyat. Akibatnya,
lahan untuk pertanian rakyat berkurang. Sebagian besar petani terpaksa menjadi
buruh di pabrik atau perkebunan dengan upah yang rendah.
Pada sisi lain, perusahaan-perusahan pribumi
mengalami kemunduran atau sama sekali gulung tikar sebab tidak mampu bersaing
dengan modal raksasa. Pengusaha tekstil tradisional pun terpukul akibat
membanjirnya tekstil yang diimpor dari Belanda. Para pengusaha pribumi juga
dirugikan sebab pemerintah Belanda lebih banyak memberikan kemudahan kepada
pedagang Cina.
#Pengaruh terhadap Sosial
Industrialisasi sejak semula sangat berkaitan dengan
masalahmasalah sosial-kemasyarakatan. Adanya perbedaan pendapatan ekonomi
cenderung membuat manusia mengukur segala sesuatu dengan mahal-murahnya harga
sesuatu. Dengan perbedaan tersebut, muncullah diskriminasi sosial yang tidak
manusiawi. Selain itu, ada pula dampak positif dari Revolusi Industri ini,
yaitu dibukanya jalur transportasi darat yang baru rel kereta api guna mempercepat
proses mobilisasi dan penyampaian informasikomunikasi.
a. Diskriminasi
Sosial
Dalam bidang sosial terjadi perbedaan yang mencolok antara
golongan Barat atau Belanda dengan golongan pribumi. Dalam bidang pemerintahan
juga terjadi diskriminasi, pembagian kerja dan pembagian kekuasaan didasarkan
pada warna kulit. Orang pribumi yang mendapatkan jabatan pastilah jabatan
rendah dan dibatasi kekuasaannya. Diskriminasi juga terjadi di kalangan militer.
Untuk pangkat yang sama, gaji orang Indonesia yang berdinas
dalam militer Belanda lebih rendah daripada gaji anggota militer Belanda.
Bahkan diadakan pula perbedaan gaji antara serdadu Ambon dan serdadu Jawa.
Diskriminasi berlaku juga di tempat hiburan. Ada tempat-tempat yang tidak boleh
dimasuki oleh orang Indonesia, seperti tempat pemandian, restoran bahkan pada
angkutan umum, seperti kereta api lintas-kota atau trem (kereta api dalam
kota).
Rupanya para penggagas Politik Etis hendak
menciptakan hubungan yang harmonis antara Belanda dan golongan pribumi, namun
kesamaan pandangan yang diharapkan ternyata tak berbuah seperti yang
diharapkan. Orang-orang Indonesia yang telah mendapatkan pendidikan dari
Belanda, semakin menyadari tentang arti penting kemerdekaan yang pada akhirnya
mereka menjadi pemuda-pemuda pergerakan kemerdekaan Indonesia. Hal ini
membuktikan bahwa diskriminasi berdasarkan ras menjadi salah satu faktor
lahirnya pergerakan nasional.
b. Dibangunnya
Jalur Transportasi Darat
Revolusi Industri secara tidak langsung berdampak
pula dalam hal transportasi di Indonesia, terutama darat. Untuk mempermudah
mobilitas penduduk dan perdagangan, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur
kereta api di Pulau Jawa. Hal ini dilakukan guna mempercepat hubungan
komunikasi dan dagang. Untuk daerah pegunungan yang banyak terdapat perkebunan
(misalnya di Jawa Barat), dibangun khusus jalur kereta api untuk mengangkut
hasil bumi ke kawasan pabrik guna diolah menjadi bahan setengah jadi atau jadi.
Sesungguhnya jalur darat telah dibuka sejak masa
Daendels memerintah Jawa, yaitu dengan dibukanya rute baru: Anyer- Panarukan
yang membelah Pulau Jawa pada awal abad ke-19. Dengan tujuan semula untuk
mempercepat proses informasikomunikasi antarkantor pos, maka Jalan Raya Pos (The Grote Postweg) ini pada masa selanjutnya berguna pula untuk jalur
mobilitas penduduk yang ingin ke luar kota atau pulau.
c. Mobilitas
Penduduk dan Masalah Demografi
Industrialisasi mengakibatkan perpindahan penduduk
dari desa ke kota-kota besar. Berdirinya pabrik-pabrik telah mendorong kehidupan
baru dalam masyarakat Indonesai yang sebelumnya masyarakat agraris dan maritim.
Terbentuklah komunitas pekerja kasar dan buruh yang bekerja di pabrik-pabrik
partikelir (swasta). Kota-kota besar, terutama Jakarta dan Surabaya, merupakan tempat
tujuan orang-orang untuk mengadu nasib.
Untuk mendapatkan pegawai-pegawai semacam juru ketik
atau tulis yang murah maka pemerintah kolonial membangun sekolah-sekolah
kejuruan guna menghasilkan tenaga-tenaga ahli dari pribumi yang tentunya jauh
lebih murah honornya bila dibandingkan tenaga ahli dari Eropa. Tenaga
tulis/ketik tersebut selain dipekerjakan di instansi pemerintahan, juga
dipekerjakan pegawai rendah di perkebunan pemerintah.
Pada masa pelaksanaan ekonomi liberal sekolah
didirikan untuk tujuan yang sama. Pada 1851, didirikan sekolah dokter pertama
di Jawa yang sebenarnya merupakan sekolah untuk mendidik mantri cacar atau kolera.
Maklum kala itu kedua penyakit tersebut sering menjadi wabah di beberapa
daerah. Sekolah “mantri” tersebut kemudian berkembang menjadi STOVIA (School Tot Opleiding
Voor Inlandse Artsen) atau
sekolah dokter pribumi.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar